Rabu, 29 Maret 2017

Amboy, Kutu Kupret dan Elang


Seperti malam-malam yang kemarin, di tengah kesunyian dan keheningan malam kali ini Amboy kembali terbangun. Entah apa yang membuatnya terbangun. Di saat semua makhluk hidup yang berada di permukaan bumi terlelap beristirahat untuk mengisi energi guna menjalani waktu di pagi nanti, dengan sekonyong-konyongnya dia malah terjaga sedini ini.

Dilihatnya jam yang tergantung di dinding yang sudah agak sedikit kusam karena debu tapi masih bisa diandalkan, ia masih menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Amboy meratapi keterjagaannya yang terlalu dini itu, 'Astaghfirullah, kok masih jam setengah empat sih? Kenapa ini?'.

Kemudian Amboy kembali mencoba memeremkan kedua matanya berharap bisa kembali terlelap hingga fajar tiba, namun sekuat apapun ia mencoba kedua matanya tetap tak mau merem juga. Dia kembali berusaha, kali ini usahanya untuk bisa terlelap dibarengi dengan sedikit mantra-mantra, namun semuanya sama saja--sia-sia-- pada akhirnya dia masih terjaga.

Amboy berpikir apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat dia terbangun sedini ini, setidaknya pada beberapa malam ini. Pikiran Amboy pun melayang, berpikir, tidak ada masalah yang mengganggu pikiran dan hatinya. Kemudian dia mencoba mengingat-ingat kembali, tidak ada masalah. Apa sih sebenarnya yang terjadi?

Tiba-tiba Amboy dikagetkan dengan 'gerayangan-gerayangan' kecil yang merayap-rayap bebas pada tengkuk lehernya. Hal itu menyebabkan semua bulu kuduknya berdiri. Sontak Amboy pun bangun untuk memastikan apa yang barusan menggerayangi tengkuknya tadi.

'Aish... Dasar kampret !!! Ternyata yang selama ini bangunin gue malem-malem tu eluh ye, emang luh ye, dasar kampret !!! Pantesan kulit gue gatel-gatel !!!'

Terlihat beberapa kutu kupret yang sedang merayap-rayap di atas bantal yang tadi dia tiduri. Bentuknya hitam, berkaki enam, perutnya nampak gendut terisi darah dan jalannya pun terlihat lembon. Amboy pun langsung merapal kata-kata yang dianggap mewakili kekesalannya pada si kupret, lalu dengan sabar menyomoti beberapa kupret lembon itu dan memasukkannya ke dalam botol.

'Hmmmm... Mampus luh !!!'
Dengan puas Amboy tertawa lepas, karena masalah yang membuatnya terjaga sudah diamankan dan disingkirkan ke dalam botol bekas. Namun tetap saja Amboy tidak bisa melanjutkan tidurnya. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat. Berarti kumandang fajar segera tiba.

Amboy pun berpikir apa yang akan dia lakukan sembari menunggu fajar. Akhirnya dia menemukan ide untuk menyelesaikan puisi 'Elang' yang kemarin dibuatnya. Dia pun mencari di mana dia meletakkannya. Setelah ketemu diapun merampungkan puisinya.

Elang
Aku Elang bukan Perkutut, makanku daging bukan rumput
Aku Elang bukan Merpati, hidupku melanglang melintang bukan di peti mati
Aku Elang bukan Kenari, pribadiku yang garang tak bisa kau ajak kesana dan kemari
Aku Elang bukan yang lain, mampu menembus lorong labirin
Hidupku bebas hidupku lepas, menjelajah dimensi yang tiada batas
Tubuhku kekar sayapku lebar, hidupku yang sangar tak kan pernah mampu kau jabar
Mataku jernih paruhku tajam, kukombinasikan untuk menikam
Cakarku kuat menjemput nyawa, inilah hidup, satu sama lain mangsa memangsa
Aku bukan burung rumahan, terkurung di sangkar murahan
Aku bebas karena Tuhan, Dia takdirkan diriku untuk menghirup kebebasan
Lihatlah ke atas keangkasa, di sana aku terbang gagah perkasa
Akulah Elang bukan yang lain, yang seenaknya sendiri bisa kau permainin
Akulah Elang
Aku yang garang
Aku pemangsa
Aku perkasa
Elang...
Kemudian di bagian bawah puisinya ia tulis
'Amboy'
[040317]

Kumandang fajar pun menggema di seisi negeri. Amboy yang sedari tadi menunggu fajar pun lekas bangkit berdiri menyucikan hati, pikiran dan perbuatan. Setelah sekian menit bersiap, Amboy siap dengan sarungnya menghadap Pemilik alam semesta.
'Allahu Akbar'

Karya : Fathur Rozak, Alumni Dar Al Tauhid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar